Month: October 2010
Soal RUUK DIY Sultan Ajak Berpikir Jernih’;Elite Jangan Sewenang-Wenang
YOGYA (KR) – Gubernur DIY Sri Sultan Hamengku Buwono X mengimbau seluruh masyarakat mampu berpikir jernih dalam menyikapi keistimewaan Yogyakarta. Caranya dengan menyadari bahwa piagam kedudukan 19 Agustus 1945 dan Amanat 5 September 1945 ibarat loro-loroning atunggal yang merupakan ijab-qabul.
Keduanya itu sebagai tanda menyatunya Kasultanan Yogyakarta dan Kadipaten Pakualaman menjadi bagian tak terpisahkan dari Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), sekaligus perekat ikatan NKRI di saat-saat awal mempertahankan kemerdekaannya. ”Kedua dokumen sejarah itu, ijab dan qabul masing-masing diucapkan oleh para pendiri Republik ini, antaranya Presiden RI Soekarno dengan Sri Sultan Hamengku Buwono IX bersama Sri Paduka Paku Alam VIII. Semata-mata dilandasi oleh itikat baik yang tulus, penuh keikhlasan tanpa pamrih kecuali demi memperkuat dan meneguhkan pilar-pilar NKRI,” kata Sultan pada acara Syawalan dengan warga Sleman di Pendapa Rumah Dinas Bupati Sleman, Senin (4/10).
Menurut Sultan, ijab dan qabul itu diucapkan untuk menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa yang bersangkutan telah menyetujui untuk suatu perkara atau urusan serah terima. ”Kalaulah semua elite tahu asal-usulnya, lebih-lebih mau menyadari hakikat asal-usul kejadian, maka tidak ada kesombongan dan kesewenang-wenangan, karena yang ada hanya kebahagiaan dan kedamaian belaka,” tegasnya.
Sementara itu, Prof Jawahir Thontowi, guru besar FH UII yang ikut membuat draf RUUK DIY versi DPD menyarankan, tidak perlu melakukan referendum. ”Sikap yang kontraproduktif,” katanya di sela-sela acara Dialog Publik di TVRI Yogya, Senin (4/10) tadi malam.
Ia menyarankan dalam situasi semacam ini, lobi harus terus dilakukan. Yang pasti dalam dialog tersebut, baik Drs Soedomo Sunarjo, H Suprijadi SH serta Jawahir Thontowi sepakat, berdasarkan sejarah keistimewaan DIY jangan ditunda-tunda. ”Pemerintah pusat harus tanggap kebutuhan rakyat Yogya” katanya.
Sementara di Jakarta, anggota Komisi II DPR dari Fraksi Partai Demokrat Khatibul Umam Wiranu mengungkapkan, apa pun ujung dari pembahasan soal Rancangan Undang-undang Keistimewaan (RUUK) Yogyakarta, tak ada yang menyangkal besarnya sumbangan dan peran daerah tersebut dalam pembentukan NKRI. Untuk mengapresiasi ini semua, layak kalau gubernur dan wakil gubernur diangkat secara otomatis.
”Refendum sebagaimana ditawarkan Sri Sultan HB X untuk menentukan apakah gubernur dan wakil gubernur diangkat atau dipilih langsung rakyat, harus dilihat dan respon secara bijak agar tidak memiliki dampak bawaan bagi sejarah masa depan. Memang, implementasi dari UU 32/2004 tentang pemerintahan daerah (pemda) merupakan langkah paling ideal dan berkeadilan pasca amendemen UUD 1945. Akan tetapi, mengingat jasa besar kesultanan Yogya dalam proses kemerdekaan Republik Indonesia, opsi gubernur dan wakil gubernur diangkat merupakan pilihan yang paling tepat,” ujar Khatibul.
Dikatakan pula, masalah pembahasan RUUK DIY yang belum selesai pada DPR periode lalu, bisa segera dilanjutkan oleh DPR periode sekarang bersama. ”Ini adalah pendapat pribadi dan saya yang tidak mewakili sikap Partai Demokrat,” kata Ketua Gerakan Pemuda Ansor ini, seraya minta semua pihak selalu menjaga nilai lama yang masih baik dan tidak menolak nilai yang baru demi kemaslahatan. (*-1/Has/Edi)
Source: Click Here