CLDS FH UII Selenggarakan Pelatihan Kepemimpinan

Tamansiswa, Bertempat di ruang sidang utama lantai 3 FH UII, Pusat Studi Hukum Lokal atau lebih dikenal dengan Centre of Local Law Development Studies(CLDS) FH UII menggelar Pelatihan Kepemimpinan (Creative Leadership Training) selama 3 hari pada tanggal 25-27 September 2015/ 11-13 Dzulhijjah 1436 H.
Prof. Jawahir Thontowi, SH., Ph.D selaku Direktur CLDS dalam sambutannya menyampaikan bahwa kegiatan CLT ini merupakan yang kedua kalinya yang diselenggarakan oleh CLDS FH UII yang bertujuan mempersiapkan mahasiswa sebagai kader dan pemimpin yang memahami pemikiran hukum kreatif berbasis keadilan bagi masyarakat, menjembatani mahasiswa pada suatu pemahaman hukum yang inovatif dan kreatif sebagai model dan strategi pemecahan permasalahan hukum dan masyarakat.
Dalam sambutannya, Dekan FH UII, Dr. Aunur Rohim Faqih, SH., M.Hum menyampaikan ucapan terima kasih dan selamat kepada para mahasiswa FH dari berbagai universitas yang telah lulus seleksi guna mengikuti pelatihan ini. Beliau juga berharap agar para peserta menekuni kegiatan CLT ini hingga kahir dengan sebaik-baiknya, serta diharapkan semoga dapat meneruskan perjuangan pada bidang Hukum masing-masing dan dengan disesuaikan pada ajaran Allah SWT agar hidup bisa menjadi lebih baik.
Hadir sebagai keynote speaker pada acara pembukaan Pelatihan Kepemimpinan, Prof. Dr. Hamdan Zoelva, SH., MH yang juga pernah menjabat menjadi Ketua MK RI Th.2013 – 2015. Selanjutnya, acara yang diselenggarakan selama 3 hari ini menghadirkan para narasumber-narasumber yang ahli pada bidangnya masing-masing, diantaranya adalah, Prof. Dr. Jawahir Thontowi, SH., Ph.D (Direktur CLDS FH UII), Luqman Hakim ( Mantan Anggota DPR RI dan ketua Yayasan Pendidikan Islam), Drs. Zulkifli Halim, Msi, Muhammad Nurhadi, SH., MH ( Alumni FH UII dan Sekretaris MA RI), Hifdzil Alim, SH ( Pukat UGM), Zairin Harahap, SH., M.Si (Dosen FH UII), M.Nurul Ikhsan (Pengajar Indonesia Mengajar), Ari Sudjito, S.Psi., MA ( Sosiolog UGM), Irsyad Thamrin, SH ( Dosen FH UII dan Ketua PERADI Prof. DIY), Haidar Buldan, S.Psi., MA ( Dosen Psikologi UGM) dan terakhir Nandang Sutrisna, SH., LLM., Ph.D ( Dosen.Hk. Internasional FH UII).
Foto: Prof. Dr. Hamdan Zoelva, SH., MH saat menyampaikan keynote speakernya dengan tema “ Pemikiran Negara Hukum Pasca Reformasi Untuk Menciptakan Kepemimpinan Nasional Berbasis Pancasila “
Sumber: http://law.uii.ac.id/berita-hukum/tambah-baru/clds-fh-uii-selenggarakan-pelatihan-kepemimpinan.html

PAKAR: HUKUM KREATIF PERLU DIKEMBANGKAN HADAPI MEA

WE Online, Yogyakarta – Mahasiswa Fakultas Hukum perlu mengembangkan pemikiran hukum kreatif yang mampu menjawab permasalahan pada era Masyarakat Ekonomi ASEAN 2015, kata pakar hukum Universitas Islam Indonesia Yogyakarta Jawahir Thontowi.

“Konsep pemikiran hukum kreatif merupakan pemahaman seorang ahli hukum yang tidak hanya berkutat pada penguasaan atas teks-teks hukum dalam undang-undang, tetapi juga dapat menerapkan pemahaman hukum sebagai ‘problem solver’ atas masalah sosial di masyarakat,” katanya di Yogyakarta, Kamis.

Pada seminar bertajuk “Peran dan Tantangan Mahasiswa serta Praktisi Hukum dalam Menghadapi MEA 2015”, ia mengatakan untuk dapat berpikir hukum kreatif, tentu perlu keluar sejenak dari pakem-pakem yang ada. “Terkait dengan Masyarakat Ekonom ASEAN (MEA), mahasiswa Fakultas Hukum sebagai calon ahli hukum harus paham tentang regulasi, perjanjian, dan hukum internasional yang disepakati Indonesia di dalamnya,” katanya.

Selain itu, juga banyak belajar untuk menerapkan hal tersebut pada permasalahan yang kasuistik. Mahasiswa Fakultas Hukum juga perlu dibekali dengan “skill” negosiasi dan lobi agar tidak gagap dalam menghadapi perundingan. Menurut dia, menjelang diberlakukannya MEA 2015, segenap elemen bangsa perlu terus mempersiapkan diri agar tidak hanya sekadar menjadi penonton dalam kesepakatan regional tersebut. “Hal itu tidak terkecuali bagi para mahasiswa Fakultas Hukum yang akan menjadi calon-calon aparat penegak hukum dan pelayan hukum bagi masyarakat,” kata Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia (UII) ini.

Dalam menghadapi MEA, kata dia, mereka kelak akan banyak bersinggungan dengan permasalahan hukum yang tidak hanya bersifat lokal nasional, tetapi juga regional internasional. “Hal itu dapat terjadi karena pada MEA, Indonesia telah menjadi kawasan pasar bebas regional di mana banyak bangsa lain yang akan masuk dan ikut berkompetisi di negeri ini sehingga munculnya sengketa hukum pun sangat dimungkinkan,” katanya. (Ant)

Editor: Achmad Fauzi

Foto: Sufri Yuliadi

Sumber: http://wartaekonomi.co.id/read/2015/01/15/42285/pakar-hukum-kreatif-perlu-dikembangkan-hadapi-mea.html

NTT Dinilai Layak Jadi Daerah Khusus


Peta_NTTSkalanews
– Guru Besar Ilmu Hukum dari Universitas Islam Indonesia Yogyakarta Prof Jawahir Thontowi, SH, LLM, PhD mengatakan secara eksistensial Provinsi Nusa Tenggara Timur bisa diusul menjadi daerah khusus, dengan mengambil fokus pada isu perbatasan.

“Jika kekhususan itu bisa disampaikan kepada pemerintah pusat dengan sejumlah argumentasi yang baik dan bertanggung jawab, maka saya kira akan dipertimbangkan oleh pemerintah untuk menjadikan NTT sebagai daerah khusus,” katanya yang juga pakar hukum internasional.

Hal itu disampaikan dia saat menjadi narasumber pada seminar nasional bertajuk ‘NTT Dalam Dinamika Perbatasan Negara” yang diselenggarakan Fakultas Hukum Universitas Negeri Nusa Cencana (Undana) Kupang, Senin (14/9).

Menurut dia, dalam konteks kenegaraan, menjadi wilayah khusus atau wilayah istimewa, bukanlah sebuah hal baru, karena hal itu sudah dipraktikan di bumi pertiwi di sejumlah daerah.

Dalam konteks tersebut, terbaca jelas dalam Undang-undang pasal 18b ayat 1, terkait kemungkinan otonomi khusus bagi wilayah dengan kekhususan dan kekhasan khusus.

Selain itu, tambahnya, pembentukan sebuah daerah khusus atau istimewa, haruslah tetap berada oada koridor NKRI dan semangat Pancasila sebagai dasar dan pandangan hidup masyarakat dan bangsa.

“Jadi tidak semacam mebuat negara dalama negara. Itu tidak dibolehkan. Semua masih tetap NKRI,” katanya menegaskan.

Dalam konteks tersebut, secara eksistensial, NTT yang adalah provinsi kepulauan dan berada di wilayah perbatasan RI-Timor Leste dan juga dengan Australia, bisa menjadikan isu itu sebagai kekhususan dalam usulan menjadi daerah khusus atau daerah dengan otonomi khusus.

Dia mengatakan, sejumlah daerah yang telah menerapkan daerah khusus dan atau istimewa, antara lain, Daerah Istimewa Aceh yang diberikan kekhususan untuk menerapkan syariat islam, namun tetap patuh pada Pancasila dan UUD 1945.

Otonomi Khusus Papua, yang masih melibatkan dewan adat dalam kelompok dan utusan di DPRD provinsi daerah itu, DKI Jakarta yang diberikan kewenangan untuk mengatur daerah itu dengan jabatan wali kota ditunjuk oleh gubernur.

“Dan Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) yang karena kekhasan kerajaan atau keratonnya, sehingga sultan langsung sebagai kepala daerah provinsi dan ditunjuk, tidak dipilih,” katanya.

Pendapat dan analisis senada disampaikan Guru Besar Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Udayana Denpasar Bali, Prof Dr Yohanes Usfunan SH.MH pada panggung seminar yang sama.

Menurut dia, kajian otonomi khusus atau daerah istimewa bagi Nusa Tenggara Timur, menjadi hal yang bisa diperjuangkan, ketika pemerintah daerah menjadikan isu perbatasan sebagai salah satu inti kekhususan usulan kepada pemerintah pusat.

Dengan demikian, jika telah terjadi daerah otonomi khusus berupa daerah istimewa atau daerah khusus, maka akan ada perhatian khusus pemerintah pusat, terhadap pelaksanaan pembangunan di daerah ini.

“Hal ini tentu akan berdampak baik kepada percepatan pembangunan dan kemajuan masyarakat di seluruh wilayah ini,” ujarnya.

Kendati demikian, Usfunan juga mengaku akan ada dampak buruknya, jika NTT menjadi daerah atau provinsi dengan kewenangan khusus.

“Anggaran pasti akan dikelola sendiri daerah, dan karena itu sangat rawan dan riskan dengan praktik korupsi pejabat. Ini harus dihindari,” katanya.

Namun demikian, dia berharap, jika memang Pemerintah NTT memiliki kemauan untuk menjadikan provinsi seribu pulau itu daerah istimewa atau daerah khusus, maka haruslah terus diperjuangkan demi kemajuan dan kesejahteraan masyarakatnya. [mad/ant]

Sumber: http://skalanews.com/berita/nasional/daerah/233785-ntt-dinilai-layak-jadi-daerah-khusus

Batas Laut Indonesia Perlu Segera Dipertegas

Yogyakarta ( Berita ) : Pemerintah Indonesia perlu segera mempertegas batas wilayah laut yang bersinggungan dengan wilayah negara lain untuk mencegah semakin maraknya kasus penangkapan ikan tanpa izin atau “illegal fishing”, kata pengamat hukum laut internasional, Hasyim Djalal.

“Masalah kita ada di beberapa titik batas laut yang belum tegas,” kata Hasyim Djalal seusai seminar mengenai sengketa Laut Tiongkok Selatan di Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta, Kamis [10/09].
Menurut mantan Duta Besar RI untuk Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) itu, masih ada beberapa titik zona ekonomi ekskulisif (ZEE) Indonesia yang belum diakui oleh negara tetangga antara lain yang berbatasan dengan wilayah laut Vietnam dan Malaysia. n”Indoensia sebenarnya sudah menyusun perjanjian dan melakukan perundingan dengan Vietnam serta Malaysia namun sampai sekranag belum jalan,” kata dia.
Ia mengatakan, apabila sengketa ZEE, landas kontinen, serta batas terirorial yang bersinggungan dengan negara lain dapat segera diselesaikan, maka upaya penangkapan ikan secara ilegal dapat dipertegas.
Menurut Hasyim, penindakan secara tegas yang telah diupayakan oleh Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti terhadap kasus illegal fishing perlu didukung dengan kepastian hukum batas wilayah perairan Indonesia. “Sesuai yang diatur dalam hukum internasional, apabila memasuki ZEE kita memang bisa langsung ditangkap, kata dia.
Sementara itu, pakar hukum internasional Universitas Indonesia Yogyakarta, Jawahir Thontowi mengatakan selain batas laut, batas darat yang bersinggungan dengan negara lain juga perlu dipertegas.
Menurut dia, apabila seluruh batas wilayah Indonesia telah memiliki kepastian hukum yang jelas, pemerintah dapat memfokuskan pembangunan di perbatasan. “Setelah semua (kesepakatan batas wilayah) jelas, baru pemerintah bisa memantapkan pembangunan di perbatasan,” kata dia. (ant )

Sumber: http://beritasore.com/2015/09/10/batas-laut-indonesia-perlu-segera-dipertegas/

Perlu Penyegaran Kembali Konsep Poros Maritim

Yogyakarta ( Berita ) : Pemerintah Indonesia perlu melakukan penyegaran kembali dalam mewujudkan konsep poros maritim dunia dengan membangun hubungan diplomatik antarnegara yang objektif dan berimbang, kata pakar hukum internasional UII Yogyakarta Jawahir Thontowi.

“Karena konsep poros maritim dunia bukan sekadar jurisdiksi domestik semata, melainkan juga merupakan urusan lingkar strategis global yang tidak dapat disepelekan,” kata pakar hukum internasional Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta Jawahir Thontowi di Yogyakarta, Selasa [11/08] .
Jawahir mengatakan, kerja sama bilateral hampir tidak mungkin terhindarkan dalam rangka pembangunan poros maritim, mengingat banyak negara-negara lain yang lebih dahulu menerapkan konsep tersebut seperti Tiongkok, India, Amerika Serikat, serta Jepang. “Karena itu, kerja sama bilateral dengan negara-negara adikuasa pendahulunya memang menjadi suatu keniscayaan,” kata dia.
Kendati demikian, Jawahir mengatakan bersamaan dengan pemaknaan kembali momentum kemerdekaan RI, maka praktik lobi dan negosiasi pemerintah Indonesia dengan negara-negara adikuasa dalam konteks pembangunan poros maritim tersebut tetap harus objektif dan berimbang.
Menurut dia, bentuk kerja sama atau kemitraan yang berimbang misalnya dapat diterapkan dalam konteks kerja sama Indonesia dengan Tiongkok.
Sebagai salah satu contoh negara adikuasa yang tampak bersedia membantu pembangunan poros maritim dalam bidang alih teknologi dan finansial, menurut Jawahir, Tiongkok juga belum tentu steril dari ambisi atau kepentingan internal negaranya, serta kepentingan negara adikuasa lainnya. “Sehingga bentuk kemitraannya harus tetap objektif dan berimbang,” kata dia.
Menurut dia, meski Indonesia secara juridis memiliki jaminan kepastian hukum berdasarkan Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Hukum Laut (UNCOS) 1982, dengan ketentuan wilayah kedaulatan laut 12 mil landas kontinen dan ZEE 200 mil sebagai basis poros maritim, namun juga memiliki tantangan lingkar strategis regional. “Tantangan lingkar strategis regional juga bisa kontraproduktif terhadap pembangunan poros maritim,” kata dia.
Oleh sebab itu, ia mengatakan, di sisi lain konsep poros maritim dunia yang selama ini mulai dibangun seyogianya juga harus dipandang bukan sekadar kepentingan nasional Indonesia, tetapi harus melibatkan negara-negara ASEAN lainnya.
“Poros maritim bukan hanya berorientasi memeroleh target ekonomi, perdagangan, pembangunan infrastruktur, serta budaya bahari semata, melainkan juga harus dikaitkan dengan diplomasi, keamanan, dan pertahanan kawasan ASEAN,” kata dia. (ant )

Sumber: http://beritasore.com/2015/08/11/perlu-penyegaran-kembali-konsep-poros-maritim/

Prof. Jawahir Gagas “99 Taman Kepemimpinan”

MUKHIJAB/PRLM PROF. Jawahir Thontowi S.H, PhD menggagas pembentukan “99 Taman Kepemimpinan” (99 Garden of Leadership).*

MUKHIJAB/PRLM
PROF. Jawahir Thontowi S.H, PhD menggagas pembentukan “99 Taman Kepemimpinan” (99 Garden of Leadership).*

YOGYAKARTA, (PRLM).- Ketika bicara dan bernampilan, Prof. Jawahir Thontowi S.H, PhD selalu serius, termasuk saat acara santai berbuka puasa anggota paguyuban warga Jawa Barat di Yogyakarta. Lelaki kelahiran Bandung, 8 September 1956, tetap “bertausyiah” soal sangat serius.

Di rumah pribadinya, Klaseman, Sinduadi, Sleman, guru besar antropologi hukum Universitas Islam Indonesia (UII) bercerita, berbagai organisasi Islam dari kalangan mahasiswa maupun masyarakat yang menjamur, lamban dalam merespons krisis kepemimpinan. Geregetan dengan kondisi ini, sesepuh warga Jabar di Yogyakarta bersama para intelektual, menggagas pembentukan “99 Taman Kepemimpinan” (99 Garden of Leadership). “Ini lembaga non-profit, forum pelatihan kepemimpinan mahasiswa Muslim,” kata dia.

Rencananya basis gerakan afirmatifnya menempati Asrama Kujang Yogyakarta dan manajemennya di bawah Yayasan Budi Bhakti Jabar. “Nah, Yayasan Budi Bhakti Jawa Barat akan kerjasama dengan pihak dinas terkait di Provinsi Jabab, khusus bidang Pendidikan atau Pelatihan untuk memanfaatkan gedung Asrama Kujang sebagai markas pelatihan kepemimpinan Islam,” ujarnya.

Asrama dimaksud dalam tahap penyelesaian pembangunan, rencananya diresmikan Gubernur Jabar Ahmad Heryawan, Desember 2015. “Karena Asrama Kujang sebagai basis gerakan, peserta platihan akan melibatkan para mahasiswa asal Jabar, dari berbagai Komisaris Daerah, unsur KPM, juga para mahasiswa yang tinggal di asrama daerah lainnya yang berada di Yogaya,” tututrnya. (Mukhijab/A-147)***

Sumber: http://www.pikiran-rakyat.com/showbiz/2015/07/01/333115/prof-jawahir-gagas-%E2%80%9C99-taman-kepemimpinan%E2%80%9D

Islamisasi Ilmu Pengetahuan dan Pendidikan sebagai Bentuk Penerjemahan Renstra UII

uiiDalam menjalankan langkah strategis, UII berkomitmen terhadap prinsip values berupa nilai-nilai dasar keislaman, innovation yang dihimpun dalam upaya pembentukan masyarakat akademik yang visioner dalam membangun paradigma berilmu amaliah dan beramal ilmiah, dan perfection yang dikobarkan dalam semangat untuk bersungguh-sungguh menjadi teladan yang amanah.

Berikut adalah tema yang coba diangkat dalam Workshop Mata Kuliah Universitas (MKU) Keagamaan yang dilaksanakan pada Kamis (18/12) di Gedung Kuliah Umum (GKU) Prof. Dr. Sardjito UII. Workshop yang diprakarsai oleh Badan Pengembangan Akademik (BPA) UII tersebut mengetengahkan konsep tetang penerapan nilai-nilai keislaman dalam proses pembelajaran dosen di uiversitas.

Tampak hadir pada workshop tersebut Wakil Rektor I Dr.–Ing. Ilya Fadjar Maharika, MA., IAI., Kepala BPA UII Fathul Wahid, Ph. D., dan beberapa dosen di lingkungan UII. Sebagai pembicara pada workhsop tersebut Prof. Hamidullah Marazi dengan dimoderatori oleh Direktur Centre for Local Law Development Studies Fakultas Hukum (CLDS FH) UII Prof. Jawahir Thontowi, SH., Ph.D.,

Dalam sambutannya, Ilya Fadjar menyampaikan bahwa salah satu yang menjadi poin penting Rencana Strategis Univervitas Islam Indonesia (UII) periode ini adalah penanaman nilai-nilai keislaman. Workshop kali ini adalah salah satu upaya UII untuk terus melaksanakan nilai-nilai keislaman tersebut dalam proses pembelajaran secara keseluruhan. Mulai dari proses perkuliahan, pembentukan suasana kampus yang Islami, serta proses pelayanan akademik lainnya.

Ditambahkan oleh Ilya Fadjar bahwa penerapan nilai keislaman juga sejalan dengan misi UII yaitu menjadi rahmatan lil alamin. Menjadi rahmat bagi alam semesta dapat diterjemahkan dalam komitmen universitas pada kesempurnaan, risalah islamiyah dalam bidang pendidikan, penelitian, pengabdian masyarakat, dan dakwah, setingkat universitas di negara-negara maju.

Sebagai pembicara, Hamidullah Marazi menyampaikan materi terkait dengan proses islamisasi dalam pendidikan dan ilmu pengetahuan. Integrasi antara ilmu pengetahuan dan pendidikan dengan islam merupakan proses yang sangat penting dimana upaya tersebut harus bisa dimulai dari sekarang.

Sumber: http://www.uii.ac.id/content/view/3238/1254010100/

Tingkatkan Daya Tawar Diplomasi, Jokowi Diminta Perkuat Alutsista

Presiden Joko Widodo perlu memperkuat alat utama sistem persenjataan guna membangun pertahanan nasional serta daya tawar diplomasi Indonesia.  Pakar hukum internasional Universitas Islam Indonesia, Jawahir Thontowi di Yogyakarta, baru-baru ini mengatakan,  dalam konteks hukum internasional kepemilikan alat utama sistem persenjataan yang memadai menjadi salah satu syarat utama yang tidak dapat dipungkiri untuk menciptakan ketertiban dan perdamaian dunia. Ia memandang kondisi alat utama sistem persenjataan Indonesia yang ada saat ini  perlu terus ditingkatkan kualitas maupun jumlahnya. Sehingga anggaran alat utama sistem persenjataan perlu terus ditingkatkan, meskipun bertahap.Hal itu, menurut dia, berkaitan erat dengan kemampuan Indonesia menegakkan kedaulatan negara baik di wilayah daratan, laut, maupun udara. Sementara itu, lanjut dia, sesuai dengan orientasi Presiden Jokowi yang ingin menjadikan Indonesia sebagai negara yang unggul dan kuat di bidang maritim, maka dukungan ketersediaan alat utama sistem persenjataan tempur laut yang memadai dan berkualitas perlu dipenuhi.Ant.31.10’14

Sumber: http://voi.rri.co.id/voi/post/berita/115776/berita_hari_ini/tingkatkan_daya_tawar_diplomasi_jokowi_diminta_perkuat_alutsista.html

Sultan Sholat Ied di Alun-Alun Utara Yogyakarta

KBRN, Yogyakarta : Alun-Alun Utara Yogyakarta dipadati puluhan ribu Umat Islam yang melaksanakan Ibadah Sholat Iedul Fitri 1435 H dengan  Imam dan Khotib Guru Besar Universitas Islam Indonesia (UII), Profesor Jawahir Thontowi.

Gubernur DIY, Sri Sultan Hamengku Buwono X berada di shof paling depan bersama Kapolda DIY, Brigjen Polisi Oemar Soebagio dan Danrem 072, Brigjen TNI Sabrar Fadillah serta Pejabata Utama di Lingkungan Pemda DIY.

“Pilpres yang dilaksanakan 9 Juli lalu telah membuat keluarga dan masyarakat terbelah pada 2 pilihan emosional yang pada akhirnya dapat diumumkan 22 Juli lalu tanpa ada gejolak dan konflik,” kata Profesor Jawahir Thontowi dalam khotbahnya, Senin (28/7/2014).

KPU telah menetapkan Joko Widodo (Jokowi) dan Jusuf Kalla (JK) sebagai Presiden dan Wakil Presiden Indonesia 2014-2019. Kemampuan untuk mwengendalikan diri dari berbagai nafsu angkara tersebut salah satu faktor spiritualitas  Ibadah Puasa dan hari ini 1 Syawal merupakan peristiwa  penting dan moment kembali pada nilai-nilai kesucian, kembali ke Agama Fitrah.

Menurutnya, Agama Fitrah secara universal ditandai oleh adanya Kitab Suci sebagai wahyu Allah berisi berbagai kabar gembira.

“Bangsa Indonesia tidak mengadopsi nilai-nilai barat dengan menanggalkan nilai-nilai yang hidup di masyarakat,” harapnya.

“Kekejaman tentara Israel di Palestina dan tidak heran ketika Israel di posisikan sebagai teroris dan melakukan kejahatan genosida atau pembantaian atas penduduk,” jelasnya.

“Akankah Negara-Negara besar termasuk Indonesia berpangku tangan atau berbuat demi peradaban kemanusiaan?,” tanya Jawahir Thontowi. (Limanto Aji/HE)

Sumber: http://rri.co.id/yogyakarta/post/berita/94161/agama/sultan_sholat_ied_di_alunalun_utara_yogyakarta.html 28 juli 2014 – 22.03

Jokowi-JK agar jadikan agama pengawal moralitas bangsa

Yogyakarta (ANTARA News) – Kepemimpinan Joko Widodo-Jusuf Kalla diharapkan menjadikan agama sebagai pengawal moralitas bangsa, kata dosen Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia Yogyakarta, Jawahir Thontowi.

“Umat Islam meyakini dasar filsafat bangsa dan negara, yakni Pancasila, sebagai rancangan induk sekaligus sebagai payung kebersamaan harus selalu diperkuat, dipelihara, diperkaya, dan dilindungi,” katanya, di Yogyakarta, Senin.

Dalam khotbah shalat Idul Fitri 1435 Hijriah, di Alun-alun Utara yang diikuti ribuan jamaah, termasuk Gubernur DIY, Sri Sultan Hamengku Buwono X, Thontowi mengatakan, tidak mungkin dasar rasionalitas, intuisi, dan imajinasi politik dikembangkan tanpa dikawal wahyu sebagai moralitas universal dengan interpretasi aktual dan konstektual.

Menurut dia, pembangunan budaya perdamaian, perilaku santun, saling menghormati, menerima, dan menolong sebagai wujud persaudaraan dan persatuan sebagai bangsa merupakan kewajiban rakyat Indonesia yang terikat hukum dasar yang digunakan untuk menggalang rekonsiliasi.

“Hal itu tidak hanya untuk kepentingan bangsa Indonesia tetapi juga untuk menekan pemimpin dunia agar gencatan senjata dan agresi Israel terhadap Palestina segera berakhir,” kata dia.

Ia mengatakan 1 Syawal 1435 Hijriah menjadi momentum hari kemenangan umat Islam, bukan sekadar ketika mampu menjadikan ibadah puasa berfungsi bagi pengendalian diri atau hawa nafsu yang berimbang pada kebahagiaan individual.

Namun juga harus dibuktikan pada terselenggaranya peran negara dalam memelihara keamanan, ketertiban, dan stabilitas negara dan pemerintahan.

Menurut dia, imbas masholihul mursalah dengan ibadah puasa pada bulan suci Ramadhan mampu secara efektif membangun rekonsiliasi nasional.

Sumber: http://ramadhan.antaranews.com/berita/446078/jokowi-jk-diharapkan-jadikan-agama-pengawal-moralitas-bangsa , Senin, 28 Juli 2014 09:05 WIB , Bambang S Hadi